Rabu, 21 Januari 2015

Lee Hyun Woo fanfic - Live to Shoot - Chap 03

Live to Shoot
.
.
.
CHAPTER 03

Setelah mereka semua siap dengan peralatan mereka, mereka berangkat menuju vila milik Direktur. Sesampainya disana mereka menyapa petugas penjaga dan meminta izin untuk penyelidikan kasus pembunuhan Direktur.
“Kita periksa semua ruangan yang ada di vila ini, setelah itu besok menginterogasi semua petugas yang bekerja disini,” perintah Hyun Woo yang bertugas sebagai ketua penyalidikan. 
“Baik, kau dan Han Na ke lantai dua, kami berdua akan memeriksa disekitar sini dan Seung Hoo hyung akan memeriksa di sekitar halaman vila ini,” jelas Eun Gyul membagikan tugas penyelidikan.
“Baiklah, Han Na-ssi kita ke atas sekarang,” ajak Hyun Woo. 
Mereka semua memeriksa semua ruangan dan ternyata tersangka menjalankan kasus ini dengan sangat bersih. Tetapi sebersih apapun yang dia lakukan tetap saja pasti ada sesuatu yang tertinggal, dan itu sudah ditemukan oleh detektif Han Na.
“Hyun Woo-ssi, coba kau kemari. Aku menemukan sesuatu,” teriak Han Na.
“Wae*?” tanya Hyun Woo.
“Disini, disini ada bercak darah dan sobekan baju milik ayah. Ya ini milik ayah, aku tahu ini memang pakaiannya,” kata Han Na sambil menunjuk sehelai kain bekas baju dari Direktur.
“Ini sangat janggal, bagaimana bisa ia meninggalkan barang bukti ditempat yang terbuka seperti ini. Ini sebua teka-teki yang penuh dengan jebakan. Tapi, akan aku panggil Ahn Na untuk memeriksa ini,” kata Hyun Woo sambil berjalan menuju lantai bawah, kini ia disibukan dengan pikirannya tentang barang bukti yang sangat mencurigakan dan ia harus bertindak dengan sangat hati-hati.
“Ahn Na-ssi, kami menemukan barang bukti di lantai dua,” kata Hyun Woo lagi.
“Baiklah. Oh Eun Gyul-ssi, aku akan naik. Kau terus mencari disini siapa tahu ada yang mencurigakan,” kata Ahn Na sambil menaiki tangga menuju lantai dua.
“Ne silahkan, lakukanlah yang terbaik.”
Setelah sampai di lantai atas, Ahn Na melihat Han Na sedang memasukan sesuatu ke kantong plastik klip menggunakan pinset dan ditulisnya suatu keterangan.
“Han Na-ya, apa itu?” tanya Ahn Na penasaran.
“Ini sobekan baju milik appa, aku tahu itu. Dan aku sangat ingat saat appa terakhir memang memakai baju ini,” jelas Han Na tepat saat Seung Hoo dan Eun Gyul datang ke ruangan itu
“Dibawah tak ada yang mencurigakan,” lapor Seung  Hoo
“Changkaman, kenapa disini ada garpu?” celetuk Eun Gyul sambil menunjuk garpu yang tergeletak dilantai yang juga tak jauh dari sobekan baju yang sudh di ambil oleh Han Na.
“Oh ada bercak darah juga disini,” kata Hyun Woo sambil menunjukan barcak-barcak darah dibalik garpu dengan menggunakan sarung tangan yang ia pakai agar tak ada bekas sidik jarinya maupun yang lain.
“Apa ada bercak darah lainnya?” tanya Seung Hoo.
“Lihat ini kenapa ini berceceran seperti ini. Dan kenapa ini menuju lemari itu?” tanya Eun Gyul sambil menunjuk bercak darah yang menuju lemari di sudut ruangan lalu ia membukanya.
Semua yang ada disana ternganga melihat isi lemari tersebut. Ahn Na menangis secara tiba-tiba hingga jatuh terduduk dilantai. Sedangkan Han Na pingsan tetapi ada Hyun Woo di sebelahnya dan langsung menggendongnya menuju kursi panjang yang ada di dekat jendela. Hyun Woo memberi minyak angin untuk menyadarkan Han Na dan usaha itu berhasil. Setelah Han Na sudah sadar sepenuhnya langsung menangis lagi.
“Wae? Kenapa harus seperti ini keadaannya?” isak Han Na sambil menangis.
“Andwae*.. andwae appa andwae,” kini teriak Ahn Na sambil menutup mukutnya dengan kedua tangannya.
“Han Na-ssi, Ahn Na-ssi. Sudahlah jangan sedih. Kita lanjutkan penyelidikan ini hingga kita temukan pelakunya. Jika kita kerja keras untuknya, mendiang ayahmu pasti akan senang disana,” hibur Eun Gyul.
“Geurae, kita lanjutkan ini demi ayahku. Eonnie bangun kita lanjutkan,” kata Han Na sambil mengusap air mata dengan punggung tangannya dan menarik berdiri kakaknya yang masih duduk ternenung.
“Baiklah. Kita lanjutkan. Hwaiting*,” kata Ahn Na yang sudah berdiri.
“Eun Gyul-ah, kau telepon Ketua Lee dan beritahu dia apa yang sudah kita temukan jenazahnya lalu bilang untuk mengirim TIM SAR kesini untuk mengefakuasi mayat Direktur,” perintah Hyun Woo dan dibalas dengan anggukan Eun Gyul yang menunjukan bahwa ia mengerti apa yang diperintahkan Hyun Woo.
Setelah menelepon Ketua Lee, tak berapa lama kemudian datang TIM SAR untuk mengefakuasi jenazah Direktur. Hyun Woo menemui ketua TIM SAR untuk menjelaskan kejadiannya dan setelah itu Seung Hoo memerintah salah satu anggota TIM SAR untuk memasang garis polisi dan mengamankan sekitar vila. Setelah ditindak lanjuti, mayat dari Direktur kini sudah dibawa keluar dan akan segera dibawa ke Gonyang Hospital untuk diotopsi. Mereka akan tetap tinggal untuk menyelidiki kaburnya pelaku pembunuhan itu.
“Selesai. Kita pulang sekarang, biar mereka menjaga tempat ini. Besok kita akan kesini lagi untuk melanjutkan penyelidikan.”
“Baik kita pulang, aku sangat lelah,” kata Ahn Na yang kini mukanya terlihat pucat. 
“Ahn Na-ssi, gwaenchanayo*?”
“Aniya*, gwaenchana*,” jawab Ahn Na.
Mereka pulang menunggangi mobil yang mereka gunakan saat berangkat. Dan saat sudah sampai divila mereka ternyata Han Na ketiduran. Karena merasa kasihan, Hyun Woo menggendongnya menuju kamarnya, dan saat Hyun Woo merebahkan Han Na ditempat tidur. Han Na mengatakam sesuatu pada Hyun Woo.
“Gomawo*,” ucap Han Na dengan mata tertutup tetapi ia tersenyum.
“Ne, selamat tidur,” jawab Hyun Woo.
‘Aneh, kenapa aku ini? Kenapa jantungku bedetak sangat kencang seperti ini? Pasti hanya karena aku kelelahahan’ batin Hyun Woo saat keluar dari Kamar Han Na.
“Ahn Na-ssi, kau belum tidur?” tanya Hyun Woo saat berpapasan di dapur.
“Oh nanti, aku lapar. Aku sedang mencari makanan. Kau tahu dimana?” 
“Disana ada beberapa makanan,” kata Hyun Woo sambil menunjuk sebuah lemari es dan Ahn Na langsung membukanya. Ahn Na kaget melihat banyaknya makanan didalamnya.
“Omo*. Banyak sekali, apa kau mau makan juga?” tawar Ahn Na.
“Aniya*. Kau saja. Cepatlah lalu kau tidur. Masih banyak kerja besok, jangan sampai kau sakit karena kekurangan istirahat. Kalau begitu aku ke kamar dulu,” nasihat Hyun Woo dan dibalas dengan anggukan semangat Ahn Na.

#LiveToShoot#

“Akan sarapan apa kita?” tanya Han Na.
“Tenang saja, kita punya banyak makanan,” kata Ahn Na.
“Memang kapan kita balanja? Kita kesini juga tidak bawa bahan makanan kan?” tanya Han Na lagi.
“Tapi lihat ini!” kata Ahn Na sambil membuka pintu lemari es.
“Ohh eonnie*, daebak*,” Han Na keheranan sendiri sambil terus menatapi isi lemari es itu dengan takjub.
“Wah ada ayam juga, bagaimana jika kita buat sesuatu yang berbeda? Bagaimana jika ayam karee?” usul Ahn Na.
“Ah.. geurae*, kita buat sekarang,” ajak Han Na.
Setelah semua selesai, dan semua sudah berkumpul di meja makan. Mereka memakan semua yang ada hingga tak tersisa. Sungguh awal yang baik.
Sesudah sarapan, mereka bersiap untuk kembali melanjutkan penyelidikan. Dan kini mereka sedang menuju vila milik Direktur.
“Ini sungguh kasus yang rumit. Dan ditambah lagi dengan pelaku yang melakukannya dengan sangat bersih...” kata Han Na yang terpotong dengan suara dering ponsel milik Eun Gyul.
“Yeoboseo*? Ini dengan siapa?” tanya Eun Gyul saat mengangkat telepon.
“Ya! Ini aku. Kau lupa dengan ku? Kau sungguh kejam,” teriak suara di ponsel Eun Gyul hingga Eun Gyul menjauhkan ponselnya beberapa centi dari telinganya.
“Ah? Oh chagiya, aku sangat merindukanmu. Kapan kau pulang hah? Kau sedang dimana sekarang?” jawab Eun Gyul dengan hati berbunga-bunga.
“Aku sekarang masih di Amerika, aku pulang sebelum liburan musim panas. Kau sekarang sedang dimana?” 
“Oh aku sedang dipulau Jeju. Wae?” kata Eun Gyul menggoda.
“Mworago? Jeju, sedang apa kau? Dengan siapa hah, perempuan?” tanyanya dengan tidak sabar.
“Aniya, aku sedang menyelidiki kasus pembunuhan disini. Dan ya memang dengan perempuan tpi aku tidak sendirian, aku juga bersama dengan dua oppa*mu itu.”
“Oh.. itu melegakan. Baiklah, ini nomorku disini. Tapi yang dulu akan aku pakai saat di Korea. Lalu sampaikan salamku pada kedua oppaku tersanyang itu, ok?” jawabnya dengan menggoda.
“Ya. Kalau mereka berdua tersayang maka aku apa hah? Salam mu tidak akan sampai,” jawab Eun Gyul sambil cemberut.
“Aniya, mereka berdua memang tersayang dan kau yang tercinta. Ah, baik jika salamku tidak sampai maka kau akan terima akibatnya saat aku pulang oke?” 
“Oh, geurae. Aku tutup dulu karena aku sudah sampai. Saranghae*,” kata Eun Gyul saat menutup telepon dari Jung Ae Rin, pacarnya yang ada di Amerika.
“Kurasa itu dari dari Ae Rin? Apa katanya?” kata Hyun Woo penasaran.
“Dia meminta agar aku menyampaikan salamnya untuk kalian berdua dan aku sangat terpaksa jika tidak entah akan jadi apa saat dia pulang nanti,” kata Eun Gyul dengan wajah cemberut.
“Oh terimakasih dongsaeng*ku,” ledek Hyun Woo dan disambung dengan tawa mereka semua.
“Hyung..” rengek Eun Gyul.
“Ah geurae, kajja* kita masuk sekarang,” ajak Seung Hoo.
Mereka memasuki vila untuk kembali meneruskan penyelidikan terkait pembunuhan Direktur Seo. Mereka kembali memasuki ruang dimana mereka menemukan mayat Direktur Seo, dan mereka sangat kaget saat melihat lemari tempat dimana mereka menemukan mayat kini sudah tidak ada. Semua yang ada disana kini sangat bingung kenapa lemarinya kini sudah tidak ada.
“Hyung, kenapa lemarinya menghilang?” tanya Eun Gyul.
“Mana aku tahu kemarin saat kita pergi dari sini bukankah lemarinya masih ada? Padahal kita sangat mmembutuhkan lemari itu,” kata Hyun Woo sambil berjalan kesana kemari.
“Ah, aku tahu. Bagaimana jika kemarin saat kita pulang, mungkin saja pembunuh itu masuk dan memindahkan lemari atau membawanya pergi agar jejak mereka tidak terlacak dan merka pasti berpikir ini akan menyulitkan kita saat penyelidikan. Dan aku pikir juga saat mayat Direktur sedang dievakuasi dia pasti ada disekitar sini untuk memantau kegiatan kita, dan saat kita pergi dia akan segera membawa lemari itu pergi,” jelas Hyun Woo panjang lebar membuat mereka yang mendengarkan menjadi tambah bingung.
“Seung Hoo-ah, kau sekarang pergi ke pos penjagaan. Dan tanyakan pada satpam yang berjaga kemarin malam apakah ada yang membawa pergi lemari berwarna coklat pergi dari vila ini,” perintah Hyun Woo pada Seung Hoo, tanpa berkata-kata Seung Hoo pun langsung pergi.
Seung Hoo kini sudah berada di pos penjagaan, dan menemui salah seorang satpam yang sedang berkerja.
“Anyeonghaseo ajhussi?” sapa Seung Hoo dengan ramah.
“Oh ne, anyeonghaseong, saya Shin Yong Kyo. Ada apa anda kemari? Ada yang bisa saya bantu tentang penyelidikan anda?” jawab satpam itu.
“Ne ajhussi, apakah anda melihat kemarin ada orang yang pergi membawa lemari coklat dari sini?” tanya Seung Hoo.
“ Oh, maaf sekali. Saya baru saja menggantikan satpam Kim yang kemarin bertugas. Karena kita memiliki jadwal bertugas. Memang ada apa?” jawab satpam Shin. 
“Begini ajhussi, lemari yang seharusnya ada diruang TKP, kini menghilang. Dan mungkin penjaga disini mengetahuinya. Ah begini saja ahjussi, bagaimana ahjussi memberitahu dimana tempat tinggal ahjussi penjaga yang kemarin?” tawar Seung Hoo.
“Baik, kapan saya bisa mengantarkan anda?” 
“Sekarang anda harus menghubungi satpam pengganti ahjussi besok, dan ahjussi nanti siang ikut saya mencari tempat tinggal ahjussi penjaga yang kemarin. Bagaimana?” kata Seung Hoo lalu memberi hormat dan kembali masuk.
Seung Hoo menyusul teman-temannya dilantai atas dan setelah sampai memberitahu rencananya dengan ajhussi penjaga yang kini sedang bertugas. Eun Gyul mengusulkan untuk memasang CCTV disekitar vila ini dan sepanjang jalan yang akan menuju ke vila ini, CCTV ini akan dipasang diruangan dimana ditemukannya mayat, pintu depan samping vila, dan seluruh penjuru vila. CCTV itu akan terhubung langsung di laptop milik Hyun Woo. Jadi dimanapun Hyun Woo berada, dia bisa mengintai situasi divila itu. Mereka mendapat bantuan apa yang mereka butuhkan tadi dari Ketua Lee yang memngirimkannya langsung. Setelah semua selesai diprogram dan siap untuk digunakan, mereka menemui ahjussi penjaga yang ada didepan untuk mengentarkan mereka menuju tempat tinggal satpam yang kemarin baru saja bertugas.
Mereka kini telah sampai ditempat tinggal satpam yang tidak jauh dari vila. Setelah mereka dibukakan pintu, salah satu dari merka menunjukan kartu tanda bahwa mereka dari kepolisian.
“Silahkan masuk. Maaf ada apa ini sebenarnya?” tanya satpam Kim bingung.
“Apakah  benar bahwa anda berkerja sebagai petugas keamanan di vila milik Seo Song Il? Dan apakah benar kemarin malam anda baru saja bertugas?” tanya Eun Gyul.
“Ne, benar sekali. Dan saya memang kemarin saya bertugas. Memang ada apa?” jawab ahjussi Kim, jawaban itu langsung terekam oleh rekaman yang dibawa oleh Han Na, sebuah bolpoin yang sudah dilengakapi dengan alat penyadap.
“Kami disini untuk menyelidiki kasus yang ada di vila itu, bukankah anda sudah tahu tentang kedatangan kami dan pasti anda juga tahu kenapa ada mayat yang keluar dari dalam vila itu kan? Kapan anda pulang dari vila itu?” lanjut Eun Gyul.
“Oh ne, saya juga kemarin saya sangat penasaran. Saya sebenarnya ingin menanyakan kejadian itu kepada salah satu dari kalian saat ada diluar, tapi karena kalian sangat terlihat sibuk jadi saya mengurungkan niat saya. Dan saya kemarin pulang pukul 10:00pm saat satpam Shin datang,” Jelas satpam Kim.
“Ah, benar saja. Kita kemarin pulang pada  pukul 09:00pm dan pasti dia membawanya tepat setelah kita pergi dan sebelum ada pengganti penjaga disana. Penjaga Kim, apakah anda kemarin melihat ada orang membawa lemari keluar dari vila?” tanya Seung Hoo.
“Ne, saya meihatnya. Dan saat saya tanya akan dibawa kemana lemari itu dia menjawab bahwa lemari akan diindahkan kerumah milk Direktur. Dan saya rasa itu adalah orang yang terakhir ke vila itu bersama Direktur, dan juga saya juga pernah melihatnya ke vila sebelumnya,” jelas satpam Kim.
“Dia menggunakan mobil apa sebelumnya dan mobil apa yang digunakannya saat untuk mengangkut lemari itu?” tanya Hyun Woo.
“Saya masih ingat, sebelumnya dia menggunakan mobil Hyundai berwarna abu-abu dengan nomor polisi 2000, lalu saat membawa lemari dia menggunakan mobil angkut barang dengan nomor polisi 867 4552,” kata satpam Kim.
“Sekian penyelidikan kami, dan kami mohon kerja samanya dan sekali lagi kami ucapkan terimakasih,” ucap Hyun Woo dan segera membungkukan badan diikuti yang lainnya dan kemudian mereka pulang. Saat perjalanan menuju vila yang ditinggali mereka, Ahn Na melihat ada sebuah lemari disebuah tempat penampungan sampah yang mereka lewati.
“Stop, Eun Gyul-ah berhenti. Aku bilang berhenti. Aku melihat lemari vila yang hilang ada di tempat penampunga sampah tadi,” kata Ahn Na yan membuat semuanya tidak percaya.
“Jeongmal*? Kita kesana sekarang,” kata Seung Hoo, dan mobil yang Eun Gyul kendarai kini  berputar arah lalu berhenti tepat didepan penampungan sampah.
“Itu dia lemarinya, kita harus mengambinya dan mengmabil darah yang menetes disana agar kita bisa tahu kapan tepatnya pembunuhan itu terjadi,” jelas Ahn Na.
“Baik kita harus hubungi mobil angkut barang untuk mengangkut lemari ini ke vila dan langsung memerintahnya membawa masuk ke dalam vila,” kata Eun Gyul.
Setelah Eun Gyul menelpon jasa pengangkut barang, mereka segera pulang dan istirahat.

#LiveToShoot#

“Akan sarapan apa kita?” tanya Euun Gyul.
“Kita makan roti dengan selai saja dulu. Kita nanti hanya akan memngambil sampel darah yang ada pada lemari dan memeriksa bekas sidik jari, setelah itu kita pulang dan memeriksa hasil rekaman divila kemarin,” jelas Ahn Na.
“Baiklah, ayo kita makan,” kata Han Na sambil menarik kursi untuk duduk.
Setelah selesai makan mereka langsung berangkat menuju vila. Dan sampainya mereka langsung mengambil bekas darah yang menempel pada dinding lemari itu. Setelah selesai pengambilan darah pada dinding lemari itu mereka langsung pulang dan memberitahu Ketua Lee untuk mencari tahu tentang pengguna mobil dengan nomor polisi 2000.
Selesai melakukan tugas hari ini, mereka sangat menikmatinya. Mereka semua pergi ke pantai yang dekat dengan vila mereka. Hyun Woo dan Seung Hoo sedang bermain air di pantai sedangkan Eun Gyul dan Ahn Na sedang bermain voli pantai. Hanya Han Na lah yang duduk dan berdiam diri di tepi pantai.
“Ya Han Na-ya, bergabungla dengan kita. Jangan duduk saja, ini saat yang berharga uuntuk menghilangkan stres di otak kita. Ayolah,” bujuk Hyun Woo, tapi karena Han Na tidak merespon kata-katanya, Hyun Woo menariknya ke pantai untuk ikut bermain bersama.
Mereka saling  memasahi satu sama lain. Melihat kesenangan itu, Ahn Na dan Seung Hoo tidak ingin ketinggalan. Jadi, mereka ikut bergabung. Tak terasa mataharisudah hampir tenggelam, dengan baju mereka yang masih basah mereka istirahat dengan duduk dipantai sambil memandangi matahari yang semakin lama semakin tenggelam. Sudah pukul 18:00, waktunya mereka pulang.
Pada saat makan malam, mereka akan berpesta daging panggang di halaman vila sambil menikati semilir agin malam. Dan ternyata saat itu akan ada momen yang sangat menakjupkan.

#LiveToShoot#

Mereka makan malam dengan menyenangkan, karena ini adalah salah satu cara mereka untuk menenangkan pikiraan dari tekanan kasus yang mereka tangani. Dan ternyata, akan ada saat dimana semuanya akan bergembira.
“Yeobosseo, kau dimana sekarang?” tanya suara diseberang telepon.
“Divila tempat kami menginap, kami sedang makan malam,” kata Eun Gyul.
“Jebal*, hentikan dulu.Aku akan segera kesana, jebal jangan kau lanjutkan makan malam kalian,” pinta suara diseberang telepon.
“Wae? Jangan membuatku takut,” kata Eun Gyul dengan wajah yang mulai cemas.
“Tunggu hingga tiga puluh menit, aku akan segera kesana,” pintanya lagi.
Mereka telah menunggu selama dua puluh menit. Dan tak disangka, orang yang menelpon Eun Gyul itu datang lebih cepat dari yang direncanakan.
“Ya! Kenapa kalian melihatku seperti itu?” kata perempuan itu yang ternyata adalah Jung Ae Rin, pacar dari Eun Gyul.
“Ae  Rin?” celetuk Seung Hoo dengan wajah biingung.
“A-Ae Rin-ah, kenapa kau disini? Bagaimana bisa? Bukannya kau seharusnya masih ada di Amerika?” tanya Eun Gyul dengan tidak sabar karena ia sangat bahagia atas kedatangan pacar tersayangnya.
“Baik, aku kesini karena aku dipindah tugaskan untuk mengurus rumah sakit di Busan. Dan karena aku tahu kau sedang di Jeju, aku langsung kesini tanpa ke apartemen ku yang ada disana. Wae oppa? Ada yang salah?” tanya balik Ae Rin saat melihat Eun Gyul berdiri dari bangkunya dan menuju belakang bangku Ae Rin.
“Aniya, aku hanya kangen saja denganmu. Dan aku ingin mencubit pipimu. Karena sudah lama sejak terakhir aku mencubitmu. Tapi sebaiknya kita makan dulu bagaimana? Kau pasti lapar, hah?” kata Eun Gyul sambil menarik kursi diantara Han Na dan Ahn Na lalu kembali ke tempat duduknya.
“Memang. Oh, anyeonghaseo*. Aku Jung Ae Rin. Senang bertemu kalian, saya harap kita bisa berteman,” Ae Rin memperkenalkan diri pada Han Na dan Ahn Na.
“Ne, anyeonghaseo. Saya Seo Han Na dan ini kakakku, Seo Ahn Na. Senang bertemu juga,” jawab Han Na dengan  sopan. 
“Ayo kita lanjutkan upacara makan kita yang sempat tertunda ini,” ajak Seung Hoo yang dibalas dengan gelak tawa.
Setelah semua selesai makan, mereka berkumpul diruang keluarga. Disana mereka saling mengobrol tentang pribadi masing-masing dan tentunya pasangan Eun Gyul dan Ae Rin, dia bercerita tentang apa yang dia lakukan saat di Amerika, seperti apa pasien disana.
“Oppa, kau tahu. Disana saangat menyenangkan, karena pasiennya..,” kata Ae Rin belum selesai karena tiba-tiba diputus oleh Eun Gyul.
“Wae? Pasiennya apa?” kata Eun Gyul dengan penasaran apa yang akan dibicarakan oleh Ae Rin.
“Makanya, kalau ada orang bicara jangan diputus sembarangan kalau ujungnya juga ingin tahu kan? Apa? Mau bilang apa hah?” nada bicara Ae Rin yang berubah menjadi sewotan.
“Aniya, aku hanya bilang. Saranghanda*,” jawab Eun Gyul yang membuat semua orang tertawa.
“Ah aku hampir saja lupa. Bagaimana salamku sudah kau sampaikan pada dua oppaku yang ada disana hah? Hah?” bisik Ae Ring sambil memasng wajah jail.
“Tentu saja sudah. Aku namjachingu*mu yang paling baik,” Eun Gyul memasang muka peracaya diri.
“Oppa, bagaimana salamku? Kau tak mau membalasnya?” tanya Ae Rin pada Hyun Woo  dan Seung Hoo dan langsung dijawab dengan gelengan kepala mereka berdua yang menandakan mereka menjawab tidak.
“Ya! Kau berbohong padaku hah? Akan aku jadikan kau kimbab kau mau? Atau jika kau sakit aku akan mengopersaimu tanpa obat bius. Kau mau?!” kata Ae Rin sambil memperagakan apa yang dia bicarakan dan membuat Eun Gyul takut sementara semua orang tertawa melihat tingkah meereka berdua.
“Hyung! Aku kan sudah mennyampaikannya padamu?” protes Eun Gyul pada Hyun Woo.
“Molla*, aku tidak mendengarnya,” kata Hyun Woo dan dibalas dengan wajah cemberut Eun Gyul.
“Ae Rin-ssi, bukankah kau berprofesi sebagai dokter diluar negeri dan sekarang kau dipindah tugaskan ke Busan? Memanya kau dokter spesialis apa?” tanya Ahn Na dengan rasa ingin tahu tinggi.
“Ne, aku adalah dokter spesialis kulit dan wajah. Itu saja. Lalu kau Ahn Na-ssi?” jawab Ae Rin dengan ramah.
“Ah aku dokter forensik dari Gonyang Hospital. Ingin mampir?” jawab Ahn Na dengan nada bicara yang sudah mulai akrab.
 Karena lain yang dibicarakan dengan para laki-laki, para perempuan memutuskan untuk keluar sambil membicarakan apa yang akan mereka bicarakan dibelakang para laki-laki.
“Bagaimana menurutmu? Kau kan yang sudah lama mengenal mereka. Hyun Woo  dan Seung Hoo. Kami tak akan memintamu untuk menceritakan tenteng Eun Gyul karena dia sudah punya kamu. Siapa tahu akan dapat salah satu dari mereka,” tanya Han Na pada Ae Rin.
“Hyun Woo oppa itu, menyenangkan. Tapi saat serius, dia seperti orang lain. Dan aku senang saat ada masalah dengan Eun Gyul, dia pasti menghiburku. Dia sangat suka mengejekku. Tidak seperti Seung Hoo oppa, dia hanya bisa bercanda. Saat bicara denganku, dia sangat hobi meledekku. Aku sangat benci jika dia seperti itu, tapi dia sangat perhatian dan memiliki sikap yang lembut,” Jelas Ae Rin yang semakin akrab dengan mereka.
“Kau tahu latar belakang mereka bertiga?”
“Kurasa ak tahu sedikit dari mereka bertiga. Eun Gyul hanya memiliki nenek yang sekarang tinggal dengan ahjumma Han, penjual ddokkbokki yang tinggal dibelakang kedai kecilnya. Seung Hoo oppa, orang tuanya tinggal di London, sebenarnya dia harus mengurus pekerjaanya yang diwariskan orang tuanya disana, tapi ia lebih memilih kehilangan perusahaan dan menjadi polisi. Lalu Hyun Woo oppa, orang tuanya dibunuh, saudaranya ada di Gyeonggi. Itu sebabnya Hyun Woo oppa memilih menjadi polisi, ia ingin melihat orang tuanya bangga karena bisa menangkap orang-orang jahat yang berkeliaran disana-sini,” jelas Ae Rin.
“Terima kasih atas penjelasanmu. Ah sebaiknya kita kembali ke vila, kau akan tinggal?” kata Ahn Na.
“Aku akan tinggal dua malam disini. Masih ada kamar bukan?” tanya Ae Rin.
“Kau bisa bergabung dengan kami. Kamarnya sangat luas jika kau mau tapi jika tidak masih ada satu kamar kosong,” tawar Ahn Na.
“Baiklah, apa salahnya?” kata Ae Rin saat mereka sudah memasuki vila dan langsung melihat tiga wajah mengerikan yang membuat mereka menjerit dan kecuali Han Na, karena Han Na tahu dibalik topeng itu pasti mereka bertiga. Mereka bertiga itu sangat iseng, saat tiba-tiba Han Na mencubit pipi salah satu topeng itu dan ternyata didalamnya adalah Hyun Woo dan saat itu pula Hyun Woo berteriak kesakitan karena cubitan Han Na yang sangat menyakitkan.
 “Aaaaaaa. Appo, kenapa kau melakukannya?” tanya Hyun Woo sambil memegangi pipinya yang  mulai memerah karena kesakitan.
“Oh mianhe*. Itu karena topeng yang kau gunakan sangat lucu. Kyeopta*,” kata Han Na.
“Ne, gwaenchanayo. Kalian dari mana saja? Inikan sudah ma...” ucapan Hyun Woo terputus saat melihat ternyata Ae Rin sedang dicubit pipinya oleh Eun Gyul dan Ae Rin berusaha memukul Eun Gyul tetapi karena Eun Gyul menjauh dengan tetap mencubit pipi Ae Rin.
“Oppa. Aaaa.... appo!” jerit Ae Rin.
“Aku sudah bilang, aku ingin mencubitmu. Aku puas.”
“Terserah kau, aku marah,” kata Ae Rin  sambil meninggalkan Eun Gyul dan Eun Gyul mengejarnya dibelakangnya, lalu memeluknya dari belakang tapi Ae Rin tetap saja berjalan. Ae Rin lebih mirip seperti sedang menggendong Eun Gyul.
“Seung Hoo-ah. Bukalah topeng mu! Apa kau mau memakai topeng terus?” perintah Ahn Na sambil membuka tapi malah Ahn Na menjerit kembali hingga pingsan karena melihat ada topeng lagi yang lebih mengerikan.
“Ahn Na-ssi, bangun a-aku tak bermaksud membuatmu kaget,” kata Seung Hoo khawatir melihat Ahn Na yang tiba-tiba pingsan.
“Ya! Bawa dia kekamarnya!”
“Bagaimana aku membawanya? Dia sedang pingsan, apa aku harus menuntunya ke lantai dua,” kata Seung Hoo tak mengerti apa yang dikatakan oleh Hyun Woo.
“Gendong dia. Babo. Han Na-ssi, ayokita bicara diluar,” kata Hyun Woo dan Seung Hoo langsung menggendong Ahn Na kekamarnya.
“Ne,” jawab Han Na dan langsung saja mereka menuju halaman rumah.
Saat yang sama, dikamar Ahn Na. Ketika Seung Hoo sudah membaringkan Ahn Na dan akan keluar, tangannya ditahan hingga Seung Hoo berhenti dan berbalik badan.
“Seung Hoo-ah, bisa kau temani aku disini? Ada yang ingin aku bicarakan padamu dan aku harap kau mau mendengarkannya,” pinta Ahn Na.
“Ne, tentu saja aku mau. Memang ada apa?” tanya Seung Hoo lembut.
‘Benar, dia memang orang yang sangat lembut.’ Batin Ahn Na.
“Aku tadi hanya pura-pura pingsan,” kata Ahn Na.
“Mwo? Mmm-- tapi tak apa, kau tahu tadi aku sangat takut jika kau memang pingsan karena aku. Itu akan membuatku sangat merasa bersalah.”
“Aku tahu kau tadi tak mau membawaku kesini jika Hyun Woo tidak memberi tahu mu untuk menggendongku,” kata Ahn Na yang membuat Seung Hoo malu.
“Ne, mianhae. Itu karena aku sangat gugup, bingung, dan takut menjadi satu, jadi aku tak bisa berpikir jernih,” jelas Seung Hoo.
“Kau tahu, jika saja aku tadi tidak menahan tawaku. Aku pasti akan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresii wajahmu yang sangat lucu. Aku ingin kau mengulangi lagi,” kata Ahn Na yang membuat bingung Seung Hoo.
“Hah mengulang? Mengulang apanya?” tanya Seung Hoo yang tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Ahn Na.
“Mengulang ekspresi wajahmu, aku menyukainya. Aniya, lebih tepatnya. Aku menyukaimu,” kata Ahn Na.
“Jeongmal? Kau menyukaiku?”tanya Seung Hoo tak percaya.
“Ne, apa kau juga menyukaiku? Ah maaf, tak sepantasnya aku bertanya seperti itu. Aku hanya ingin kau tahu apa yang aku rasakan. Karena aku tak bisa memendamnya terus menerus.”
“Kau salah, aku juga menyukaimu.” Seung Hoo menggenggam tangan Ahn Na lalu tersenyum dengan manis.
“Aku lebih menyukai senyumu yang ini,” kata Ahn Na sambil menyentuh bibir Seung Hoo dengan tagannya yang bebas dari genggaman Seung Hoo.
“Naneun jeohae*.” 
“Nado, bagaimana hubungan kita?” tanya Ahn Na dan dibalas dengan anggukan Seung Hoo kemudian mencium kening Ahn Na, dan dia beranjak dari kamar Ahn Na.
“Kita akan memberi tahu saat waktunya tepat.”
“Baiklah, itu terserah padamu.”
“Tidur yang nyenyak. Saranghae,” kata Seung Hoo saat sudah sampai di pintu lalu melambaikan tangan dan pergi.
Ini sebuah hari yang menyenangkan untuk Ahn Na karena dia sudah menyatakan perasaannya pada Seung Hoo dan sudah resmi menjadi pacarnya. Lalu ini juga terjadi pada Eun Gyul karena Ae Rin datang setelah ia pergi ke Amerika selama enam bulan tetapi hubungan mereka tetap baik-baik saja. Tapi apakah ini terjadi dengan Hyun Woo dan Han Na, entahlah apa yang mereka bicarakan diluar tadi?
.
.
.
.
Glosarium:
- Wae: kenapa
- Andwae: tidak
- Hwaiting: semangat
- Gwaenchanayo?: kau baik-baik saja?
- Aniya: tidak
- Gwaenchana: aku baik-baik saja
- Gomawo: terimakasih(in)
- Omo:: astaga
- Eonni: sebutan kakak perempuan dari perempuan
- Daebak: hebat
- Geurae: baiklah
- Yeoboseo: halo
- Oppa: sebutan kakak laki-laki dari perempuan
- Kajja: ayo pergi/ barangkat
- Jeongmal: sungguh
- Jebal: tolong
- Anyeongjaseo: halo
- Namjachingu: pacar laki-laki/ boy friend
- Molla: tidak tahu
- Mianhae: maafkan aku
- Kyeopta: lucu
- Naenun joahae: aku menyukaimu
.
.
.
.......................................................................................................
A/N
Huwah... a'm kombek egen.. *kovoi satu kota*
Boo, ini chapter gua rasa absurd bgt. baca tadi yang lemarinya ilang?/ kok bisa?
Tanyakan pada rumput yang bergoyang*plak
Gini, setiap postingannya, ada glosariumnya toh, nah berhubung gua orangnya ini gajeh, kalo ada ynag kurang ato gak ketuls SORRY.. gua kan juga manusia..
jangan lupa buat komennya ama sarannya yak..

BYEBYE!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar